A. LATAR BELAKANG
Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.
Dalam lingkungan bermasyarakat akan banyak sekali ditemukannya masalah sosial. Masalah sosial tidak hanya melibatkan diri sendiri sebagai pelaku, melainkan juga akan memberikan banyak pengaruh bagi lingkungan dan masyarakat banyak. Salah satu masalah lingkungan yang akan saya gali lebih dalam adalah masalah lingkungan mengenai anak jalanan. Di Indonesia komunitas anak jalanan begitu banyak, tersebar tidak hanya di kota-kota besar saja, di daerah-daerah juga banyak sekali anak-anak jalanan.
Kota Makassar merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah anak jalanan yang terbilang tidak sedikit. Dinas Sosial menyatakan, bahwa pada akhir 2009 hingga akhir 2010, jumlah anak jalanan meningkat dari 500 orang menjadi 1.000 orang. Keberadaan anak-anak jalanan di beberapa sudut jalan di Makassar tentu memberikan dampak negatif baik bagi masyarakat maupun bagi keteraturan dan keindahan kota Makassar itu sendiri.
Melihat dampak atas permasalahan tersebut, tentu perlu mendapatkan perhatian serius dari para stakeholders pembuat keputusan, serta para instansi ataupun lembaga terkait yang menangani permasalahan sosial ini.
Dengan demikian, uraian latar belakang tersebut mendorong penulis menyusun makalah dengan mengangkat judul “Menangani Problema Anak Jalanan di Kota Makassar”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep anak jalanan?
Bagaimanakah fenomena anak jalanan di Kota Makassar?
Apakah solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problema anak jalanan di Kota Makassar?
C. PEMBAHASAN
Anak jalanan adalah salah satu masalah sosial yang kompleks dan bertalian dengan masalah sosial lain, terutama kemiskinan. Menangani anak jalanan tidaklah sederhana. Oleh sebab itu, penanganannya pun tidak dapat disederhanakan. Strategi intervensi maupun indikator keberhasilan penanganan anak jalanan dilakukan secara holistik mengacu kepada visi atau grand design pembangunan kesejahteraan dengan memperhatikan karakteristik anak jalanan, fungsi dan model penanganan yang diterapkan.
1. Konsep Anak Jalanan
Sebutan anak jalanan digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup di jalanan yang umumnya sudah tidak memiliki ikatan dengan keluarga dan bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarganya. Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmani, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Setiap harinya berita tentang anak jalanan seolah-olah tidak ada hentinya. Derita dan penyiksaan yang mereka alami sering muncul dalam berita. Anak jalanan di bawah umur kebanyakan diperas, ditindas dan dipaksa untuk bekerja oleh para preman dan hasil kerja yang mereka peroleh dipaksa untuk disetorkan kepada preman tesebut. Anak jalanan harus berjuang ditengah-tengah kota yang kejam untuk mendapatkan sejumlah uang agar mereka bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Pekerjaan yang mereka kerjakan misalnya menjual rokok, membersihkan bus umum, penjaja koran, atau juga mengamen.
Keuntungan yang mereka dapat tidak seberapa, namun harus mereka lakukan agar dapat tetap hidup di kota metropolis ini. Anak-anak jalanan ini biasanya mangkal di terminal atau di persimpangan-persimpangan jalan. Apa yang mereka lakukan adalah sebenarnya karena faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang memaksa mereka harus bekerja, dan pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk seusia mereka adalah pekerjaan di sektor informal.
Penggusuran yang sering kali dilakukan oleh Satpol PP terhadap anak jalanan ini akan memperparah keadaan. Akan timbul masalah sosial yang lebih besar. Anak-anak yang digusur akan kehilangan mata pencaharian, sedangkan secara ekonomi, mereka harus mencari lapangan usaha yang mampu memenuhi kebutuhannya.
Bila lapangan usaha tersebut hilang, maka mereka akan mencari lapangan usaha lain, dan bila ini tidak didapatkan, mereka akan melakukan tindakan apa saja yang penting bagi mereka bisa menghasilkan uang. Hal inilah yang menimbulkan dampak sosial. Sebab apa yang mereka lakukan sudah tidak memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku.
Bila ini sudah terjadi tentunya aparat keamanan akan semakin disibukkan kembali. Pencopetan, perampokan, penodongan dan tindak kriminal lainnya akan menjadi suatu tindak pidana baru yang pelakunya adalah anak-anak di bawah umur.
2. Fenomena Anak Jalanan di Kota Makassar
Makassar adalah ibu kota dari Provinsi Sulawesi Selatan dimana merupakan salah satu kota besar di Indonesia, Makassar memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan penduduk sebesar kurang lebih 1,25 juta jiwa. Dalam perkembangan Kota Makassar masih meninggalkan beberapa masalah kesejahteraan sosial, salah satunya permaslahan anak jalanan. Sementara jumlah anak jalanan di Makassar menjelang akhir 2010, sempat meningkat menjadi 1.000 orang, padahal pada akhir 2009 hingga awal 2010 sempat dibawah 500 orang ketika Perda nomor 2 Tahun 2008 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen mulai diterapkan., dari pendataan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Makassar umumnya anak jalanan berasal dari luar daerah. Kehadiran anak jalanan di kota Makassar merupakan sesuatu yang sangat dilematis.
Di satu sisi mereka dapat mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan (income) yang dapat membuatnya bertahan hidup dan menopang kehidupan keluarganya. Namun di sisi lain kadang mereka juga berbuat hal-hal yang merugikan orang lain, misalnya berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, merusak body mobil dengan goresan dan lain-lain. Selain itu permasalahan anak jalan juga adalah sebagai objek kekerasan. Mereka merupakan kelompok sosial yang sangat rentan dari berbagai tindakan kekerasan baik fisik, emosi, seksual maupun kekerasan sosial. Kecenderungan semakin meningkatnya jumlah anak jalanan merupakan fenomena yang perlu segera ditingkatkan penanganannya secara lebih baik, sebab jika permasalahan tidak segera ditangani maka dikhawatirkan menimbulkan permasalahan sosial baru. Situasi dan kondisi jalanan sangat keras dan membahayakan bagi kehidupan anak-anak, seperti ancaman kecelakaan, eksploitasi, penyakit, kekerasan, perdagangan anak, dan pelecehan seksual.
Salah satu tempat dikota Makassar yang marak dengan anak jalanan yaitu kawasan Pantai Losari yang merupakan kawasan pariwisata di kota Makassar, tempat ini selalu rame dengan pengunjung pada sore dan malam hari karena keramean tempat ini menjadikan lahan bagi anak jalanan mencari nafkah. Anak jalanan di kawasan Pantai Losari kebanyakan berprofesi sebagai pengamen, jumlah anak jalanan di pantai losari sebanyak 150 anak jalanan, anak jalanan yang ada berusia di kawasan pantai losari dari 4 - < 17 tahun. Interaksi sosial antara pengunjung dan anak jalanan sangat negatif tidak sedikit dari mereka yang mengamen di tempat ini meresahkan pengunjung yang datang di kawasan pantai losari, permasalahan dikawasan ini sering terlihat pengamen yang langsung saja memainkan senar gitarnya dan menggetarkan pita suaranya, meskipun sang pengunjung tak ingin menikmati sajian musik yang mereka gelar. Peristiwa itu pun akan berakhir dengan sebuah pemaksaan untuk membayar ongkos jasa, bahkan terkadang sang pengamen ngotot hingga upah itu diberikan. Bahkan anak jalanan di pantai Losari sangat berani memaksa pengunjung agar diberikan upah, mereka tidak takut karena anak jalanan dikawasan pantai losari berkelompok selain itu mereka juga di lindungi sama orang tua yang kebetulan bekerja sebagi pedagang asongan dan preman-preman yang ada dikawasan pantai losari itu menyebabkan mereka sangat agresif, tidak jarang juga sampai menimbulkan percekcokan antara pengunjung yang datang ketempat ini hubungan sosial antara anak jalanan sangat kental terlihat. Jaringan sosial yang ada dilingkungan ini sangat berpengaruh, dimana jaringan tersebut menfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi yang memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama dengan anak jalanan. Melihat hal diatas siapa aktor yang berhubungan dekat dengan anak jalanan, orang tua bisa sebagai tokoh yang berperan penting karena kondisi ekonomi, selain itu orang-orang yang memanfaatkan keberadaan anak jalanan sebagai aset yang berharga (preman) juga bisa sebagai aktor dari fenomena yang terjadi dikawasan pantai Losari yang berhubungan dengan anak jalanan. 3. Solusi Menangani Problema Anak Jalanan di Kota Makassar
Masalah anak jalanan merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan penanganan oleh semua pihak. Olehnya itu, kita perlu bersama-sama memahami akar permasalahan anak jalanan kemudian sampai kepada solusi real yang perlu dilakukan ke depan.
Model Penanganan
Secara teoritis, fokus utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah pada perlindungan sosial (social protection). Oleh karena itu, model pertolongan terhadap anak jalanan bukan sekadar menghapus anak-anak dari jalanan. Melainkan harus bisa meningkatkan kualitas hidup mereka atau sekurang-kurangnya melindungi mereka dari situasi-situasi yang eksploitatif dan membahayakan.
Mengacu pada prinsip-prinsip profesi pekerjaan sosial, maka kebijakan dan program perlindungan sosial mencakup bantuan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial yang dikembangkan berdasarkan right-based initiatives; yakni memperhatikan secara sungguh-sungguh hak-hak dasar anak sesuai dengan aspirasi terbaik mereka (the best interest of the children) (Suharto, 2006; 2007). Strategi intervensi pekerjaan sosial tidak bersifat parsial, melainkan holistik dan berkelanjutan
Dalam garis besar, alternatif model penanganan anak jalanan mengarah kepada 4 jenis model, yaitu:
1. Street-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di “jalan” dimana anak-anak jalanan biasa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.
2. Family-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak jalanan kembali ke keluarganya.
3. Institutional-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti), baik secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung sementara (drop in), “Rumah Singgah” atau “open house” yang menyediakan fasilitas “panti dan asrama adaptasi” bagi anak jalanan.
4. Community-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan program-program community development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat
Community-Centered Intervention Sebagai Model Penanganan Problema Anak Jalanan di Kota Makassar
Di atas telah disebutkan bahwa model penanganan Community-Centered Intervention lebih memusatkan kepada lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat baik melelui kerjasama ataupun pemberdayaan. Dalam hal ini, penulis menawarkan solusi agar kota Makassar yang menjadi lokus penanganan anak jalanan mampu menggunakan model ini dengan efektif. Dengan menggunakan model ini, diharapkan pemerintah ataupun lembaga sosial terkait mampu menjalin kerja sama yang baik demi mengurangi permasalahan anak jalanan ini. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dan diefektifkan yaitu
Peningkatan kesadaran masyarakat.
Penanggulangan dapat dilakukan yaitu dengan membuat program peningkatan kesadaran masyarakat. Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat agar mulai tergerak dan peduli terhadap masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan sebagainya.
Program penanggulangan diatas diharapkan bisa memberikan kesadaran penuh kepada anak-anak jalanan bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif dan tindakan kolektif tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.
Penggalakan lembaga-lembaga penampung anak
Pemerintah juga perlu mendirikan lembaga-lembaga penampung seperti halnya LSM maupun instansi lainnya. Lembaga tersebut ddapat dijadikan sebagai wadah bagi anak jalanan untuk mengasah keterampilan dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang lebih produktif dan ekonomis.
Pemberian fasilitas pendidikan yang layak
Pemerintah harus mampu memfasilitasi pendidikan dan keterampilan yang layak bagi anak jalanan agar mereka tidak kembali lagi ke jalan. Karena mereka adalah asset bangsa yang tak ternilai harganya juga penerus-penerus bangsa. Mereka yang seharusnya duduk dibangku sekolah karna himpitan ekonomi mereka harus turun kejalanan untuk menyambung hidup mereka padahal sebagai anak bangsa mereka berhak mendapatkan pendidikan yang layak dari pemerintah. Jika UUD pendidikan yang menyatakan bahwa anggaran pendidikan harus di alokasikan sebesar 20% dari APBN dapat terimplementasi maka negara akan mampu untuk menyediakan pendidikan gratis, sehingga dalam jangka panjang tingkat pertumbuhan anak jalanan dapat diminimalisir.
Pencegahan Urbanisasi
Urbanisasi tentu sangat mempengaruhi jumlah pertumbuhan anak jalanan dan pemerintah harus menekan tingkat urbanisasi.
D. DAFTAR PUSTAKA
- Dinas Sosial Makassar (2010)
- www. Google. com, Problematika Anak Jalanan
- Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Sosial Anak Jalanan. 2001. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar